Yogyakarta Gamelan Festival (YGF) kembali digelar pada 21–27 Juli 2025 dengan semangat yang lebih segar dan inklusif. Memasuki tahun ke-30 penyelenggaraan, festival tahunan ini menempati lokasi baru di Taman Budaya Embung Giwangan, kawasan budaya yang baru diresmikan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada Mei 2025.
Pemindahan lokasi bertujuan menghadirkan suasana baru yang lebih terbuka dan ramah untuk masyarakat dari berbagai kalangan. Festival ini menekankan interaksi budaya yang lebih hidup dan merangkul lebih banyak komunitas.
Tahun ini, YGF tidak hanya memperingati tiga dekade eksistensinya, tetapi juga merayakan 25 tahun Komunitas Gayam 16, kelompok yang menjadi tulang punggung pelestarian gamelan di Yogyakarta sejak tahun 2000.
Festival ini pertama kali digagas pada 1995 oleh Sapto Raharjo, seorang seniman gamelan Yogyakarta, dengan dukungan Geronimo Listener Club. Sejak tahun 2000, Komunitas Gayam 16 mengambil alih pengelolaan festival dan mengembangkan konsepnya menjadi lebih matang dan relevan dengan perkembangan zaman. Komunitas ini terus mendorong keterlibatan lintas generasi dan memperluas cakupan partisipasi.
Temukan juga liputan eksklusif komunitas budaya lainnya hanya di Sudut Info.
YGF 2025 mengusung tema “Festival Musik, Seni dan Anak Muda, dengan Spirit Gamelan.” Tema ini menekankan bahwa gamelan bukan sekadar bagian dari masa lalu, melainkan juga milik generasi kini dan masa depan.
Festival ini menghadirkan pertunjukan, lokakarya, diskusi, dan pameran interaktif yang menjawab tantangan zaman digital. Sejumlah kelompok karawitan, seniman kontemporer, dan akademisi dari berbagai daerah dan negara ikut berpartisipasi. Tidak hanya dari Yogyakarta, peserta datang dari Solo, Bali, Pamekasan, serta mancanegara seperti Kanada dan Cina.
Hari pertama festival dibuka dengan Pertunjukan Gaung Gamelan yang menampilkan 16 kelompok karawitan memainkan gendhing Yogyakarta secara serentak tanpa tata suara modern, menciptakan simfoni alami yang menonjolkan keaslian suara gamelan.
Sepanjang sepekan, masyarakat dapat menikmati Pasar dan Panggung Cokekan yang menghadirkan kuliner lokal, pertunjukan rakyat, hingga lomba memasak. Area ini menjadi titik temu antara pelestarian budaya dan gaya hidup masa kini, menghadirkan pengalaman yang inklusif dan meriah.
Festival tahun ini juga memperkenalkan beragam inovasi. Instalasi seni dari Jompet Kuswidananto memanfaatkan sisa rel kereta sebagai medium eksplorasi bunyi. Di sisi lain, kolaborasi antara Komunitas Gayam 16 dan Departemen Teknik Elektro UGM menghasilkan perangkat eksperimental yang mengubah gamelan menjadi format digital interaktif.
Ingin tahu lebih banyak berita lainnya? Kunjungi Ngabari untuk detail lengkapnya.
YGF tidak hanya menghadirkan pertunjukan, tetapi juga memperkuat aspek edukasi dan refleksi budaya. Salah satunya melalui Kongres Gamelan, yang mempertemukan praktisi, sesepuh, dan akademisi untuk membahas masa depan gamelan. Selain itu, Lokakarya Gamelan Tanpa Tembok mengajak masyarakat umum, termasuk pemula, untuk belajar memainkan gamelan secara langsung.
Dengan pendekatan terbuka ini, YGF menjangkau generasi muda yang mungkin belum akrab dengan musik tradisional. Workshop, diskusi, dan eksperimen artistik menjadikan festival ini ruang belajar dan berbagi lintas usia dan latar belakang.
Puncak kemeriahan terjadi pada 25–27 Juli saat Konser Gamelan menghadirkan seniman dari berbagai daerah dan negara. Beberapa penampil yang turut serta antara lain:
Konser ini menarik ratusan penonton yang memadati area pertunjukan, menciptakan atmosfer meriah dan penuh semangat. Para seniman memainkan beragam karya, dari yang klasik hingga eksperimental, memperlihatkan fleksibilitas gamelan dalam berbagai konteks budaya.
Yogyakarta Gamelan Festival 2025 membuktikan bahwa musik tradisional tetap memiliki ruang yang besar di tengah kehidupan modern. Festival ini berhasil menyatukan warisan budaya dengan semangat inovatif dan keterlibatan lintas generasi.
Dengan menghadirkan perpaduan antara tradisi dan teknologi, YGF menjadi ruang kolaborasi yang dinamis dan relevan. Gamelan kini hadir bukan hanya sebagai simbol masa lalu, tetapi juga sebagai bahasa universal yang menyatukan masa kini dan masa depan. Yogyakarta terus menunjukkan diri sebagai pusat pelestarian budaya yang adaptif dan progresif.